Masijid megah!

Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy .....

Masjid Alharom

Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever ...

Ka'bah

Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever...

Masjid Sultan-omar-ali

Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever ...

FEATURED VIDEO

Imam para pencinta Tuhan

Maharaja seluruh alam itu
Yang bernama Mustafa - yang terpilih
Yang utama dari para pencinta Allah
Yang cemerlang bak matahari siang.

Sesungguhnya semua nur berasal dari nurnya
Ia yang diridhoi olehnya, diridhoi Allah.

Ia adalah air mengalir bagi kehidupan
Samudra lepas wacana ruhani.


Ia itulah yang demi kebenaran dan keluhurannya
Telah diberikan beratus bukti mewujud di dunia.

Wujudnya menyiratkan Nur Ilahi
Jejaknya mewujudkan kinerja Ilahi.

Semua Nabi dan para solihin adalah pengagumnya
Mereka bak debu di pintu gerbangnya.

Kecintaan kepadanya mengangkat insan ke surga
Merubah insan bak sinar rembulan purnama.

Ia membuktikan kepada Firaun tiap zaman
Ratusan tanda bak tangan putihnya Musa.

(Barahin Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 1, hal. 627, London, 1984).

* * *

Mungkinkah aku bisa cukup memuji penghulu agung
Yang langit dan bumi dan kedua alam tak putus memuji?

Makam kedekatan yang dicapainya kepada yang Maha Tercinta,
Di luar nalar mereka yang pernah mendekat kepada-Nya.

Tak ada satu pun di dunia ini mampu membayangkan
Karunia abadi yang terus menghampiri dirinya.

Ia adalah imam para pilihan Tuhan dan Raja kaum pencinta-Nya
Kalbunya telah melewati semua tahapan kedekatan kepada Allah.

Ia yang berberkat yang jadi manifestasi tanda samawi
Turun sebagai rahmat dari sang Pemelihara alam semesta.

Makamnya khusus dan luhur di hadirat samawi
Di luar jangkauan manusia akbar dan pilihan.

Ia adalah Ahmad sampai Hari Kiamat
Yang menjadi sumber kehormatan bagi para pendahulu
Bagi mereka yang datang setelah, ia adalah
Saung perlindungan, keamanan dan kekuatan.

Tahta kemilaunya bahtera perlindungan semua makhluk
Tak seorang pun di Hari Kiamat mendapat keselamatan
Kecuali melalui syafaat dirinya.

Ia mengungguli semua bentuk keunggulan
Langit hanyalah debu dibanding keteguhan niatnya.

Ia menzahirkan nur yang tersembunyi sepanjang masa
Ia adalah sumber dan awal dari sinar mentari
Yang tersembunyi sepanjang masa.

Penghulu asykar langit dan bukti Tuhan di bumi
Bukti eksistensi akbar wujud sang Pencipta.

Setiap zarah dirinya tempat semayam sang Kekasih Abadi
Setiap helahan nafasnya tersirat keindahan sang Sahabat.

Kecantikan wujudnya mengungguli seratus bulan dan mentari
Debu di pintunya lebih mulia dari seratus keping kesturi Tartar.

Ia berada di luar nalar, kajian dan imaji manusia
Gimana mungkin akal menggapai samudra tak bertepi.

Kalbunya yang pertama berteriak Bala - Ya, sesungguhnya
Ia adalah Adam keimanan dalam Ketauhidan Ilahi
Bahkan sebelum Adam tercipta
Ia telah berbicara dengan sang Tercinta.

Adalah fitratnya siap mengurbankan nyawa bagi makhluk Tuhan
Selalu siap mengurbankan diri bagi yang terinjak
Ia adalah penolong mereka yang tak berdaya.

Ketika dunia terisi penyembahan berhala dan politheisme
Hati yang menangis darah hanyalah hati sang raja.

Tak seorang pun menyadari keburukan politheisme
Dan kebusukan berhala
Nurani Ahmad saja yang mengenalinya
Kerna kalbunya tenggelam dalam kecintaan Ilahi.

Siapa yang tahu, siapa yang menyadari
Himbauan sang pemberi syafaat
Yang dilantunkan demi kemanusiaan
Dari keheningan gua itu.

Tak terbayang duka, kepedihan dan kegelisahan
Yang membawanya ke gua, penuh galau dan kerisauan.

Tak ada ditakutinya kegelapan atau kesepian
Tak ditakutinya maut, atau pun kala dan ular.

Ia mencintai umatnya dengan sangat
Kalbunya terpaut pada kemanusiaan di dunia
Tak dihiraukan keselesaan tubuh
Atau pun kebutuhan dirinya.

Ia melantunkan erang kesakitan
Demi kemaslahatan manusia
Siang malam menyibukkan dirinya
Pada penyembahan Allah semata.

Kerendahan hati dan doanya mengguncang langit
Para malaikat pun berurai air mata.

Karena kelembutan hatinya,
Doa dan permohonannya,
Tuhan telah menengok dengan belas kasihan
Dunia yang gelap dan suram.

Dunia digoncang badai dosa
Di setiap negeri, manusia jadi buta dan tuli
Karena dosa dan politheisme.

Di masa Nuh, dunia penuh durhaka
Tak ada hati yang bebas dari kegelapan dan bala.

Syaitan berkuasa di atas semua raga dan jiwa,
Kemudian Tuhan yang Maha Perkasa muncul gemilang
Kepada nurani Muhammad.

Berkatnya merangkum semua
Kulit putih atau pun hitam,
Ia mengorbankan jiwa
Bagi kemaslahatan manusia.

Wahai Nabi Allah,
Hanya engkau mentari di jalan ketakwaan

Tak ada yang saleh atau pun lurus, tanpa engkau
Mampu mencari jalan yang benar sendiri.

Wahai Nabi Allah,
Bibirmu bak sumber mata air pemberi kehidupan
Hanya engkau penunjuk jalan
Kepada Tuhan yang Maha Benar.

Ada mereka si Fulan yang mencari ucapanmu
Ada pun ia yang tak harus menunggu,
Kerna mendengar langsung dari bibirmu.

Hiduplah ia yang minum dari sumber mata airmu
Bijaklah ia yang mengikuti jalanmu.

Pengenalan utama adalah mereka yang melihat wajahmu
Karena kejujuran, keteguhan dan kesetiaan kepadamu
Adalah puncak kebenaran.

Tanpa dikau tak akan ada yang mampu
Menggapai khazanah pengetahuan murni
Meski ia mati dalam upaya pengagungan dan ibadah.

Bertumpu pada upaya sendiri
Tanpa kasih kepada wujudmu
Adalah kenaifan karena tanpa mengenali wajahmu
Tak mungkin menengok wajah kesucian.

Tiap saat mewujud nur baru,
Berkat kecintaan kepada wujudmu
Yang tak mungkin diperoleh seorang pencari
Sepanjang masa hidupnya.

Segala keajaiban alam semesta ini
Segala yang indah dan utama,
Semua ada di wujudmu.

Tak ada waktu yang lebih berharga
Dari waktu yang digunakan untuk mencintaimu,
Juga tak ada keselesaan lebih menyenangkan
Dari yang diikrarkan bagi pemujaanmu.

Kerna aku mengenali kesalehanmu yang tanpa batas,
Rela aku menyerahkan nyawa bagimu,
Meski yang lain cukup dengan kinerja mereka.

Tiap orang mendoakan dirinya saat shalat,
Wahai tamanku dengan musim semi abadi
Aku mendoa hanya bagi keturunanmu.

Ya Nabi Allah, aku larut dalam kecintaan
Pada wujudmu yang suci.
Misal pun nyawaku seribu,
Kuwakafkan di jalanmu semata.

Apatah kebenaran pengabdian kepadamu,
Dan kecintaan kepada wujudmu?
Itulah obat penawar setiap hati,
Pembalut batin yang luka.

Alangkah percumanya hati,
Yang tak berdebar karena engkau.
Betapa sia-sianya hidup,
Yang tidak dikurbankan bagimu.

Karena kecintaanmu,
Aku tidak gentar kepada maut.
Tengoklah keteguhanku,
Aku berjalan ke tiang gantungan dengan senyum di wajah.

Wahai rahmat Ilahi, kami datang kepadamu mencari rahmatmu,
Seperti kami, beratus ribu yang berharap
Menunggu di pintu gerbangmu.

Wahai Nabi Allah, kupersembahkan diriku
Demi keindahan wujudmu,
Ini kepala yang bertumpu berat di bahuku,
Adalah persembahan bagi melayanimu.

Sejak aku diizinkan menyaksikan nur Nabi Suci
Kecintaannya seperti mata air yang membersit dari hatiku.

Api pengabdian membersit dari nafasku seperti kilat
Wahai sahabat berhati lemah, menjauhlah dari diriku.

Sejak melihat wujudnya dalam kashaf
Hatiku selalu bergelora,
Wujudku, ragaku dan jiwaku adalah persembahan
Di altar wujud dan raganya.

Telah kulihat beribu Yusuf dalam lekuk di dagunya;
Aku melihat tak terbilang Al-Masih terlahir lewat nafasnya.

Ia adalah raja tujuh benua
Ia adalah mentari Timur dan Barat,
Ia raja dua dunia,
Ia adalah saung bagi yang lemah.

Berbahagialah hati yang menapak lurus di jalannya
Beruntunglah kepala yang dikurbankan bagi hulubalang itu.

Wahai Nabi Allah,
Dunia kelam dengan kekafiran dan penyembahan berhala,
Saatnya engkau menunjukkan wajah
Yang berpendar bagai sang surya.

Wahai kekasihku, aku melihat nur Ilahi
Tercermin di wujudmu,
Aku mendengar hati seorang bijak
Mabuk akan kasih pada dirimu.

Para pencinta dan yang dicerahkan, memahami makammu,
Namun mata kelelawar
Tak mampu melihat sinar mentari tengah hari.

Setiap orang di dunia memiliki kekasih, namun
Wahai wujud yang cemerlang,
Aku hanya mengabdi kepadamu.

Dari seluruh isi dunia ini
Aku jatuh cinta kepada wajah cantikmu seorang
Kutinggalkan diriku sendiri demi dirimu.

Apalah artinya nyawa yang akan dikurbankan di jalanmu,
Apa artinya kemerdekaan, jika terperangkap pada wujudmu.

Sepanjang hidupku,
Kasihmu akan selalu melekat di hatiku,
Selama darah masih mengalir di jantungku,
Ia akan tetap hidup ditopang oleh kasihku kepadamu.

Wahai Rasul Allah!
Pertautanku denganmu erat sungguh;
Aku mengabdi kepadamu
Sejak bayi kecil masih menyusu.

Di setiap langkah menuju Tuhan,
Aku melihat engkau sebagai penolong,
Tak terlihat, menopang dan membimbing.

Pada kedua dunia, kuat sungguh ikatanku kepadamu,
Engkau hidupi aku laiknya bayi di pangkuanmu.

Teringat saat ketika engkau mengungkapkan
Wujudmu kepadaku dalam kashaf,
Teringat ketika engkau mengunjungi aku,
Dengan kerinduan dan hasrat menggebu.


Teringat kelembutan dan kasih
Yang kau curahkan di atas diriku,
Teringat kabar gembira
Yang kau sampaikan dari Tuhan kepadaku.

Teringat ketika dalam keadaan sadar penuh
Engkau izinkan aku melihat sekilas
Kecantikan wajahmu yang memikat
Dan keindahan yang dicemburui musim semi.

(Ayena Kamalati Islam, Qadian, Riyadh Hind Press, 1893; sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 5, hal. 22-28, London, 1984).